About Me :)

Foto saya
Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia
enthusiastic planner idealist observer adabtable easy going perfectionist melancholic

Jumat, 12 Februari 2016

Pengakuan

Ternyata, saat kamu mengagumi seseorang, kadang akan ada waktu di mana kamu tidak ingin berpikir secara objektif. Bukan karena kamu tidak bisa. Hanya saja, keinginanmu untuk tetap memenangkan orang itu jauh lebih dominan. Kamu jadi ingin tetap mengaguminya dalam aspek apapun. Kamu selalu ingin membandingkannya dalam segala hal. Lagi-lagi, karena kamu adalah pengagum dan pendukung setianya, kamu akan meletakkannya pada urutan yang tinggi dan selalu baik dalam perbandingan apapun. Otakmu bisa saja sadar, tapi hatimu saat itu memaksa dipilih. Pilihan untuk kembali memenangkan dia. Dia yang kamu kagumi.

Andalas, petang di 12 Februari.

Rabu, 10 Februari 2016

Hukum Etika Pers: Analisis Kasus Indra Bekti dalam Segi 'Hak Jawab'

Iqna Syuhada Putri
1310861014
Hukum Etika Pers - Ilmu Komunikasi Unand 2016

Akhir Januari 2016, dunia entertainment Indonesia mendapatkan kabar baru tentang kasus pelanggaran asusila oleh salah seorang artis pria, Indra Bekti.
Bekti dilaporkan oleh salah seorang pemain FTV, Lalu Gigih Arsanofa, atas tuduhan Undang-Undang ITE, menggunakan media sosial dalam tindakan asusila.
Gigih memberikan tuduhan pada Bekti bahwa memiliki bukti rekaman percakapan antara dirinya dan Bekti di mana Bekti memintanya untuk melakukan hubungan badan.
Gigih melaporkan Bekti dengan tuduhan tersebut dengan didampingi oleh seorang pengacara pribadi.
Tak lama setelah mencuatnya berita tersebut, Bekti langsung melakukan klarifikasi atas informasi dari berita yang beredar mengenai kasusnya.
Bekti menyatakan bahwa berita tersebut sama sekali tidak benar. Bekti dengan tegas mengatakan bahwa berita yang telah tersebar luas itu adalah salah dan tuduhan yang ditimpakan kepadanya adalah kekeliruan.
Bekti mengklarifikasi berita mengenai kasus pelanggaran asusila yang dituduhkan kepadanya lewat berbagai siaran televisi, wawancara, dan konferensi pers.
Pada tanggal 3 Februari lalu Bekti mendatangi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk meminta KPI menindaklanjuti berita yang menyebar mengenai dirinya terkait kasus pelanggaran asusila.
Baik kepada KPI maupun seluruh pers dan media, Bekti meminta untuk tidak lagi menayangkan berita mengenai dirinya karena akan merugikan pihak Bekti sebagai yang tertuduh, keluarga besarnya, dan juga pihak Gigih sendiri.
Bahkan, dalam beberapa berita dikatakan bahwa Bekti juga akan melakukan pengaduan ke dewan pers terkait pemberitaan yang ia rasa merugikan dirinya ini.
Sampai saat ini, KPI masih menyelidiki pengaduan oleh Bekti tersebut dan belum menetapkan keputusan, karena masih mempelajari dan menganalisis berita kasus pelanggaran asusila ini. KPI masih belum mengambil keputusan, salah satunya juga dikarenakan Bekti yang tidak mengetahui dan meyakini dengan pasti media mana saja yang dianggap mencemarkan nama baiknya.
Dinilai dari segi hak jawab yang diatur dalam Undang-Undang dan diberlakukan untuk seluruh masyarakat Indonesia yang merasa dirugikan oleh pemberitaan pers, Bekti sebenarnya belum menggunakan hak jawab yang dimilikinya dengan tepat dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Padahal, jika ia memang meyakini dengan pasti dan merasa dirugikan oleh pemberitaan yang beredar, Bekti dapat menggunakan hak jawab terhadap media yang ia rasa memberitakan dengan ceroboh dan merugikan pihaknya.
Hak jawab yang digunakan bisa jadi pembersihan nama kembali untuk Bekti dan keluarganya, pembentukan kembali opini masyarakat yang sebelumnya telah mengkonsumsi berita tersebut, dan juga pembuktian mengenai kredibilitas media yang memberitakan.
Kelemahan Bekti seperti yang telah dipaparkan KPI mengenai ketidak pastian nama-nama media mana saja yang memberitakan, seharusnya tidak terjadi agar hak jawab bisa digunakan dengan lancar dan semestinya. Karena hak jawab yang dimiliki warga sipil juga akan lebih menguatkan ketimbang wawancara sana sini dan berbagai konferensi pers.

Kamis, 04 Februari 2016

Hukum Etika Pers: Analisis Pemberitaan Media terhadap Kasus Mirna Salihin

Iqna Syuhada Putri
1310861014
Hukum Etika Pers - Ilmu Komunikasi Unand 2016

Polisi Australia Bongkar Informasi Penting di Kasus Mirna

Siti Ruqoyah, Bayu Nugraha Rabu, 3 Februari 2016, 12:15 WIB VIVA.co.id - Polda Metro Jaya bekerjasama dengan Australian Federal Police (AFP), menyelidiki kasus kematian Wayan Mirna Salihin (27 tahun). Hal tersebut dilakukan lantaran Mirna dan dua rekannya yaitu Jessica Kumala Wongso dan Hani pernah hidup di Australia, saat menjalani kuliah.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Mohammad Iqbal, mengatakan, kerjasama dengan polisi dari Australia mendapatkan hasil yang cukup signifikan.

Ia menuturkan, hasil yang signifikan tersebut adalah informasi untuk menguatkan alat bukti atas kasus yang sudah berjalan hampir sebulan, dengan tersangka Jessica.

"Kita sudah diberikan informasi dan sudah cukup signifikan untuk penyidik menguatkan alat bukti," kata Iqbal kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Rabu, 3 Februari 2016

Menurutnya, kerjasama yang dilakukan polisi Indonesia dengan polisi Australia adalah hal wajar untuk mengungkap suatu kasus.

"Kalau ditanya apa dan bagaimana koordinasi kami dengan kepolisian Australia, kami ini ada police to police cooperation. Kami polisi di seluruh dunia harus berkoordinasi dan bekerjasama. Begitu juga kalau ada kasus di Bali dan Jakarta yang menyangkut kewarganegaraan Australia kita bantu perkaranya," ucap dia.

Khusus untuk kasus kematian Mirna, Iqbal mengungkapkan, dilibatkannya polisi Australia karena korban, saksi maupun tersangka memiliki latar belakang pernah hidup bersama di Australia.

"Karena kami sudah mengidentifikasi semua saksi yang cukup penting. Background-nya ada di Australia. Sehingga kami ingin buat terang tindak pidana," kata Iqbal.
Dia pun mengatakan, koordinasi dengan polisi Australia masih tetap berlangsung hingga kasus ini terungkap dengan jelas.

"Saya kira mungkin ada koordinasi lagi. Baik itu ketemu atau melalui telepon," kata dia.
© VIVA.co.id


ANALISIS

Berita di atas adalah salah satu berita terbaru yang dikutip dari salah satu portal berita online yang menginformasikan mengenai kasus Mirna Salihin.
Kasus Mirna merupakan kasus pembunuhan yang beritanya menyebar di awal tahun 2016.
Kasus ini mendapat perhatian besar di Indonesia karena merupakan kasus pembunuhan pertama yang menggunakan kalium sianida, zat kimia yang berbahaya jika dikonsumsi oleh manusia.
Pihak kepolisian merasa perlu mengusut kasus ini sampe tuntas untuk megetahui kebenaran dari kematian Mirna Salihin dan menjadikan pelajaran bagi seluruh masyarakat Indonesia, mengingat ini adalah kasus pertama pembunuhan menggunakan sianida.
Kasus ini bermula saat Mirna dan dua orang temannya Hany dan Jessica berjanji untuk bertemu di sebuah cafe.
Pada pertemuan itu, Mirna meminum secangkir kopi Vietnam dan kejang-kejang beberapa saat setelah meminumnya.
Kopi yang diminum oleh Mirna tersebut terbukti mengandung zat sianida.
Polisi telah menetapkan tersangka pembunuhan Mirna yaitu sahabat Mirna yang ikut minum kopi dengannya, Jessica.
Berdasarkan berita yang beredar di media, polisi menetapkan Jessica sebagai tersangka dan menahannya karena beberapa alasan yang dianggap janggal dan mencurigakan.
Jessica adalah orang yang pertama kali hadir di cafe, memesan minuman untuk ketiga orang, dan membayar minuman tersebut.
Penyelidikan polisi terkait kasus Mirna bisa dibilang cukup lama karena lebih dari satu bulan media terus memberitakan perkembangannya hampir setiap hari sehingga masyarakat dapat mengetahui seluk bekuk kasus pembunuhan Mirna ini.
Bahkan, pemberitaan oleh media bisa dibilang cederung berlebihan. Mengingat, Mirna dan Jessica adalah masyarakat sipil biasa dengan kedudukan yang biasa dan pengaruh yang bisa dibilang kecil terhadap negara Indonesia.
Masih banyak berita-berita yang lebih penting dan punya urgensi yang tinggi untuk disiarkan setiap hari secara lebih mendalam.
Dari segi pemberitaan pun, media terlalu menyorot Jessica secara keseluruhan dan rinci. Membuat Jessica menjadi headline dan trending topic di mana-mana sementara banyak kasus-kasus lainnya yang tertutupi.
Apapun gerak gerik dan kegiatan yang dilakukan Jessica, akan menjadi sorotan media sejak menguaknya kasus Mirna. Media bahkan menyorot kehidupan pribadi Jessica secara mendalam untuk pemberitaannya. Jauh sebelum polisi menetapkan Jessica sebagai tersangka kasus pembunuhan Mirna, media telah berhasil menggiring opini masyarakat untuk berpikir bahwa kemungkinan besar pelaku memang Jessica.
Pemberitaan dari awal sudah membuat masyarakat berpikir ke arah dan sisi Jessica sebagai tersangka karena kemasan berita yang seakan-akan hanya tertuju pada Jessica. Sementara, pada dasarnya banyak faktor lain terkait pembunuhan Mirna yang bisa diekspos dan ditelisik lebih dalam selain hanya tertuju pada Jessica dan kehidupannya.
Sekarang pun, saat Jessica sudah ditetapkan oleh polisi sebagai tersangka dan sudah berada dalam tahanan, media masih menginformasikan detail-detail mengenai kehidupan tahanan dan pribadi Jessica.
Seperti perlakuan khusus atau istimewa yang didapat oleh Jessica di tahanan, mengenai Jessica yang ternyata tidak tertarik pada lelaki Indonesia dan lebih memilih menjalin asnara dengan lelaki luar negri.
Media seharusnya mulai berhenti mengabarkan dan menyebar luaskan hanya berita mengenai kasus Mirna dan menyorot Jessica secara berlebihan dan terus menerus.
Mungkin media dapat mulai menginformsikan berita-berita lainnya dan tidak melulu mengenai kasus Mirna sampai ada perkembangan selanjutnya yang memang butuh diketahui oleh masyarakat luas. Media pun alangkah lebih baiknya bisa lebih seimbang dalam pemberitaan dan tidak menitik beratkan pada sebagian individual atau sekelompok orang saja, agar masyarakat secara umumpun dapat melihat dari berbagai sisi dengan sudut pandang pemberitaan oleh pers yang beragam dan tidak memihak.